Cari Blog Ini

Senin, 15 September 2014

Rabitha



Aih...
Pernahkah engkau sambil tersedu melafadzkan do’a rabitha?
Malam ini, aku pun begitu...
Sesenggukan aku ulangi do’a itu berkali-kali, dengan mata terpejam terbanjiri...
Lafadz demi lafadz teruntai diiringi bayangan akan sosokmu...
Malam ini, tiada cara lain dapat ku lakukan hanya tuk luapkan rindu ini...
Hanya dengan begitu mungkin lebih melegakan hati...

Rindu ini...
Rindu sekali...
Ah, akhi...
Bagaimana khabarmu kini?
Bahkan kemarin, di lokasi yang sama pun Allah belum perkenankan kita bersua...
Mungkin nanti...
Di suatu masa yang sangat berarti, atau mungkin takkan pernah sama sekali...
Aku pun tak tahu...

Sausaniy...
Bilakah kita bersua dalam keindahan anugerah?
Sungguh, ingin sekali ku bertemu
Namun sungguh jantungku tak punyai kesanggupan manakala mataku menangkap sosokmu..
Maafkan aku...

Semoga Allah segera berikan
jalan yang lebih indah
cara yang lebih sederhana
jua kesempatan yang lebih berkah
dalam merinduimu...
dalam menanti mu...
dalam menjumpai mu...

Atammannaka,
Atammannaka,
Atammannaka...

Bagaimanakah khabarmu?
Jawab saja nanti, dengan senyuman khas mu itu... J

(CSG, 03 Mei 2014, 01:30 WIB)

Apa Sajalah...



Malam ini,
Aku kembali merasa sungguh merindukan mu...
What should I do?
Ntah lah,  aku pun tak tahu...
Menghujani mu dengan kata-kata rindu?
Ah, itu sangat tak etis.
Meminta mu menjumpai ku?
Ah, itu sungguh kekanakan.
Aha! Mungkin meminta mu untuk mengizinkan aku menyebut namamu dalam do’aku, tak akan memberatkan mu bukan? J

Sausaniy...
Tak terdefinisikan rindu ini...
Apakah kelak dapat leluasa ku ungkapkan perasaan ini kepada mu, dengan nilai ibadah?
Ah, ntah lah..
Aku cukup menegarkan diri untuk bisa bertahan mencintai mu, merindui mu, dalam diamku. Bahkan hingga kini pun...
Begitu banyak yang mendo’akan kita, namun tak terbersit di benakku bagaimana Allah memperlakukan kita kelak.
Tiada yang terbayangkan, kecuali harapanku yang mengangan.
Apakah mengabdi kepada mu akan menjadi jalan syurga terindah bagiku?

Heiiiii...!
Tapi aku cukup tahu diri.
Bukan lah permata dunia, alih-alih bidadari bermata jeli,
bukan wanita akhir zaman nan shalihah, bukan perempuan cantik nan rupawan, bukan pula gadis cerdik nan cendikia...
Aku hanyalah wanita akhir zaman yang tengah belajar untuk lebih mendekati shalihah...
Aku hanyalah wanita yang dengan apa adanya, memberanikan diri mencintai mu dengan segenap asa...

Ah, Sausaniy...
Semoga sehat selalu yaa...
KKN-mu itu, semoga sukses pula...
Kembali lah dengan berjuta cerita dan kenangan bahagia selama berada di sana...
Lekas lah wisuda, juga beroleh pencaharian yang halal...
Do’akan ukhti-mu ini agar dilancarkan dalam usaha meluluskan diri, membahagiakan orang tua...
Salam rindu, salam cinta untuk mu,,,
anak mamak...
Atammannaka...

Ceritera di Malam Ini


Malam ini,
Hujan turun,
Memupuk rinduku….
Namun kabut senantiasa menghalangi sang cahaya,
Hingga  belum jua dapat ku tatap wajahmu….
Tak nampak pula seberapa jauh rentang  jarak hatimu dan hatiku….

Sering kali air mata ini tak betah,
Hendak menitik, namun tak ku izini…
Pilu rasa hatiku kala bercermin: belum lah pantas daku menduduki tahta pendamping di  hatimu,
Ia terlalu gemilau bagiku, namun ku ingini….

Sulit ku untuk pertahankan asa
pada suatu hal yang ku yakini, namun belum boleh dipercaya
Kini hati ku rasa gamang, getir
Akan adakah harmonisasi antara nyata dan harapku?

Malam ini,
Daku tahu siapa dia sang pengisi hatimu di masa lalu
Daku tahu betapa elok parasnya, sang bidadari masa lalu mu…
Dan itu, lagi-lagi merogoh hatiku hingga palung terdalam, menguras kepercayaan diriku,
Lalu tergantikan  rasa cemburu!

Ya Allah…
Apakah ini ujian untuk keteguhan  hatiku?
Atau kah sebuah pernyataan atas ketidaklayakan diri ini?
Ampuni hamba jika salah sikap, Rabb…
Bimbing daku apabila kaki ini tak menapak tegap…
Hamba benar-benar gamang!
Tak ingin bayang-bayang lalu terulang kembali….
:’(
:’(
:’(

Namun…
Di sisi lain,
Aku sangat mengerti bagaimana yang ia rasakan sekarang,
Sang bidadari masih menanti langkahmu berbalik…
Ia masih berdiri setia di depan gerbang hatimu,
Dengan bingkisan cintanya yang masih sangat apik,
Ia  tunggu engkau kembali agar sambut apa yang masih ia genggam….

Lalu,
Bagaimanakah dengan hatiku?
Y Rabbiy….
Jika Engkau izinkan daku,
Ingin sekali ku buat lautan air mata kebimbangan…
Jua ingin ku bangun benteng keteguhan,  prasasti kesetiaan,,
Agar ku dapat dengan nyaman dalam rute penantian yang tak pasti ini,,
Yang belum lah tentu ia akan menghampiriku di sana….

Untuk Semua yang Terkasih


Malam ini (13 September 2014), setelah hari ulang tahunku 30 Desember 2013 silam, “Hujanku” menelepon ku lagi. Masih ku kenangkan ketika ia lantunkan lagu “Kasih Ibunda” buatku pada malam 21 November 2013 lalu. Ah, campur aduk rasanya. Ada bahagia, karena bisa bercengkerama dan bercanda lagi dengan sahabat karibku itu, kendati kami telah lama tak bersua. Ada juga haru sekaligus sedih, ia akan segera menikah. Akankah sama nantinya, bercanda tertawa seperti saat ini laiknya hujan menghibur kaktus yang tengah dilanda kekeringan? Apakah malam ini akan menjadi telepon terakhir darinya, hanya untuk bercanda ria bersama? Ah, jadi melankolis aku dibuatnya.
Belum lagi efek menonton film di laptop barusan. Memanggil semua wajah yang meluluhkan hatiku ke dalam ruang bayang mata dan benakku. Menghadirkan mereka di tengah-tengah perasaan haru dan ketakutan yang menghanyutkan kalbuku malam ini. Haru, karena Allah karuniakan mereka dalam hidupku yang singkat ini. Lalu, ketakutan? Apa hubungannya? Ya, takut akan perpisahan. Seberapa lama lagi sisa umur ayah? Seberapa lama lagi sisa umur ibu? Seberapa lama lagi sisa umur adik-adikku? Seberapa lama lagi sisa umur akhi-ku? Seberapa lama lagi sisa umur teman-temanku? Dan seberapa lama lagi sisa umur semua orang yang hingga kini menemani dan menghuni hatiku? Atau seberapa lama lagi aku diberi umur untuk membersamai mereka?
Seketika ku jambangi tempat tidur ayah, ibu dan adik-adik. Ku tatap lamat-lamat wajah mereka satu per satu. Takut sekali bilamana wajah-wajah itu seketika memucat dan membeku. Yaa Allah, ampuni hamba atas perasaan ini. Hamba tak bermaksud mengingkari  dan tak mengimani ketentuan-Mu, hamba hanya berharap akan tegar dan siap bilamana saat itu tiba.
Aku mencintai mereka... Sangat!
Namun sayang, hanya cinta yang tak terbahasakan dalam lisan..
Tak ku ungkap lewat kata, tak juga ku buktikan dengan hadiah-hadiah..
Hanya cinta yang terdekap erat dalam kalbuku terdalam..
Hanya cinta yang ku lakoni dan ku maknai dengan caraku..
Lewat mata yang menangis tatkala menyesal telah melukai mereka,
Lewat bibir yang dalam hening memanjatkan do’a untuk kebaikan mereka,
Lewat bahasa tubuh yang menyejukkan keseharian mereka,
Dan lewat cita-cita hendak wujudkan kebahagiaan mereka...

Untuk semua yang terkasih,
UHIBBUKUM FILLAH...
(Do’a Rabitha dalam hati)


Rabu, 29 Januari 2014

Rindu Kronis Buat mu, Hujanku...





Kini malam mulai bertahta...

Namun tersentak aku, rasa sedih menyergap ku.
Sahabatku mudik hanya 2 minggu, sebentar sekali... :'(
Dia sahabatku yg merantau jauh, di Pulau Jawa sana ia menuntut ilmu...
Sangat jarang ia pulang kampung, terkadang setahun lebih baru lah dapat kami bersua..
Dua minggu yang lalu ia mengabarkan bahwa ia sedang mudik.
Ahhh,,, girangnya aku. Ku kira rindu kronis ini akan segera tersembuhkan.
Namun malam ini aku harus menelan kenyataan mengecewakan bahwa kami tak akan dapat bertemu untuk mudiknya kali ini. Salahku? Bisa jadi. Di tengah masa magangku kini, aku kurang pandai memilah waktu dan kesempatan buatnya.

Ah sobat, ntah lah kapan kita dapat bersua. Daku rindu. Daku takut. Takut kalau2 umur dan kesempatan tak berpihak kepada kita. Takut maut lebih dulu bersua dengan salah satu dari kita. :'(
Ntah lah, terasa melankolis sekali aku malam ini.
Sesak rasanya dada ini. Panas rasanya kelopak mata ini, mulai berair sudah ia...
Masih jelas terkenang oleh ku, saat di mana ada duka-ku, saat itu pula engkau siaga untuk menghiburku.
Saat-saat aku tersendu menangis karena ujian dunia dari-Nya, dan tiada lagi nama yang bersedia menadahi air mataku, pada saat itulah engkau tawarkan pundakmu sebagai sandaranku. Engkau tawarkan telingamu sebagai penampung keluh dan kesahku. Engkau tawarkan waktu-mu kapan pun aku butuh.
Masih ku ingat betapa terharunya aku, saat kau temani setiap malam aku pulang dari les-ku: pengalaman pertamaku pulang malam Palembang-Indralaya sendirian. Biarpun hanya via sms, aku merasa sangat terharu. Serasa benar nyata hadirmu di sepanjang perjalanan pulangku.
Masih ku ingat betapa merdunya, saat kau lantunkan lagu Kasih Ibunda dengan iringan instrumen gitar yang kau mainkan sendiri, pada malam itu, 21 November 2013. Biarpun via telpon, namun senyum2 aku mendengarnya. Indah ku kenangkan itu.
Masih ku ingat betapa hangatnya sapaanmu, saat tengah dalu kau telpon aku hanya untuk ucapkan "selamat ulang tahun" di hari ulang tahunku, menjadi orang yang pertama membahagiakan ku di hari istimewa itu.

Ah sahabatku, begitu banyak hal yang telah kau lakukan demi berjuta ukiran senyuman di wajahku.
Namun belum satu hal pun yang ku perbuat demi senyummu. Ah, begitu istimewanya dirimu. Namun sayangnya aku tak pernah dapat memperlakukan mu secara istimewa. Termasuk saat kepulangan mu kali ini... :'(

Ntah lah, aku pun tak paham. Ini mungkin merupakan hal yang sepele bagi orang lain, namun ntah mengapa setiap kali engkau hendak kembali ke tanah rantau-mu, hatiku pilu... Air membanjiri bola mataku, kendati kau tak melihatnya, karena itu kerap terjadi setelah keberangkatan-mu.

Sahabatku, hujanku...
Semoga sehat selalu..
Semoga Allah beri bonus umur buat kita, beri kesempatan untuk bersua dalam kesempatan yang lebih baik dalam keridhaan-Nya..
TERIMA KASIH atas semuanya...

Semoga engkau tak lupa,
kaktus di sini selalu membutuhkan mu...