Cari Blog Ini

Jumat, 15 November 2013


Angka Kematian Bayi (AKB)

Masa bayi merupakan masa keemasan seorang anak manuasia, calon generasi dari sebuah negara. Bayi merupakan investasi masa depan bangsa. Kelak ia akan menjadi penerus perjuangan bangsa dalam mewujudkan kemajuan dan cita-cita bangsa. Maka dari itu, masa bayi yang merupakan masa awal kehidupan seorang calon penerus bangsa, haruslah mendapatkan perhatian yang serius.
Kurangnya perhatian terhadap masa-masa keemasan anak, terutama pada awal-awal masa kehidupannya yakni masa bayi, kerap kali menimbulkan masalah. Pengasuhan dan perlakuan yang kurang baik sebagai wujud kurangnya perhatian terhadap pentingnya kesehatan bayi dapat menyebabkan  gangguan kesehatan pada bayi bahkan yang sangat fatal ialah kematian bayi. Hal ini kerap kali tercermin salah satunya melalui pelayanan kesehatan yang kurang maksimal pada ibu dan bayi.
Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih tinggi. Data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2004 menyatakan AKB di Indonesia ialah 35 per 1.000 kelahiran hidup. Kemudian pada SDKI tahun 2007 AKB di Indonesia menjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup. Walaupun ini masih dalam kriteria rendah, namun AKB di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia, khususnya berkenaan dengan kesehatan ibu dan anak.
Data AKB menurut World Health Organization (WHO) ialah sebesar 35 per 1.000 kelahiran hidup untuk tahun 2012. Pada tahun 1990 silam, AKB secara global sebesar 63 per 1.000 kelahiran hidup. Menurut laporan WHO pada tahun 2000, Angka  Kematian Bayi (AKB) di dunia 54 per 1000 kelahiran hidup kemudian tahun 2006 menjadi 49 per 1000 kelahiran hidup (Wijaya, 2010). Dari data tersebut,  AKB dunia menduduki kriteria sedang.
Kedua data AKB tersebut dapat kita bandingkan dengan targetan MDGs untuk AKB, yakni 23 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Indonesia masih harus bekerja keras untuk mewujudkan targetan MDGs tersebut dalam kurun waktu kurang lebih 2 tahun yang tersisa. Begitu juga dengan dunia, yang dengan perbedaan yang semakin beragam terutama dalam hal kebijakan dan pelayanan kesehatan serta kultur sosial dan ekonomi, juga harus berjuang bersama guna mewujudkan target MDGs untuk menurunkan AKB menjadi 23 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. 
Melihat fenomena ini, sebenarnya sulit rasanya untuk menyatakan bahwa pelayanan kesehatan untuk ibu dan bayi di Indonesia sudah baik. Masih banyak yang harus dibenahi, terutama dalam sistem baik perencanaan, implementasi, maupun evaluasi. Disamping itu, praktik monitoring terhadap pelaksanaannya di lapangan juga sudah seharusnya mendapat perhatian. Hal itu guna menyelaraskan konsep kebijakan di bagian top dan bottom agar dapat berjalan seirama sesuai rencana bersama.
Angka Kematian Bayi menjadi sesuatu yang penting untuk dicegah karena masih merupakan masalah di bidang kesehatan. Seperti yang telah saya sampaikan pada bagian awal tulisan ini, bayi merupakan tahap awal perjalanan hidup seorang manusia penerus perjuangan bangsa. Bayi merupakan investasi sumber daya manusia (SDM) untuk masa yang akan datang. Kualitas kehidupan bayi secara tidak langsung akan menjadi estimasi kualitas kehidupan bangsa di masa yang akan datang. Selain itu, AKB turut menjadi salah satu indikator dalam menilai tingkat kesejahteraan dan derajat kesehatan suatu bangsa.
Setiap keluarga mendamba kehadiran dan kelahiran bayi yang akan meneruskan silsilah keluarga. Oleh karena itu, masalah AKB ini sudah barang tentu bukan hanya menjadi permasalahn bangsa, negara, ataupun dunia saja, melainkan juga menjadi permasalahan keluarga. Maka dari itu, upaya penurunan AKB ini juga merupakan tanggung jawab keluarga sebagai lingkup organisasi yang pertama. Membangun kesadaran keluarga dalam memelihara dan memperhatikan kesehatan bayi sejak sedini mungkin merupakan upaya pertama yang kemudian akan memudahkan pengorganisasian program-program ataupun kebijakan pemerintah dalam menurunkan AKB, khususnya dalam rangka pencapaian target MDGs pada 2015.
Oleh karena masih tingginya AKB di Indonesia dan di dunia merupakan masalah dan tanggung jawab kita bersama, maka sudah seharusnya kita berupaya bersama dalam menyelesaikan masalah ini. Mari memulai langkah pertama dari lingkup yang paling kecil. Tanamkan pemahaman dan kesadaran dalam diri pribadi bahwa permasalahan ini layak untuk mendapat tempat dalam porsi pikir kita semua, lanjutkan untuk bertindak di tingkat keluarga. Jika setiap keluarga menyadari hal ini dan turut andil dan ambil bagian dalam upaya penurunan AKB dengan penuh komitmen, pencapaian target MDGs untuk menurunkan AKB menjadi 23 per 1.000 kelahiran hidup bukanlah merupakan suatu kemustahilan.
Mari kita optimis!

-CSG, 2013-